Dua belas jam berlalu sejak menaiki bus di terminal Mandalika sampai pada perhentian terakhir: Bima, wilayah administratif paling ujung di timur Nusa Tenggara Barat, kami akhirnya turun. Kami? Ya. Siapa sangka, begitu banyak yang terjadi selama dua belas jam di jalan. Saya berbagi bagian perjalanan ini dengan beberapa teman baru yang kebetulan sama-sama mengarah ke Flores.
Menghabiskan satu subuh yang tenang di terminal Dara Bima, kami menunggu terang untuk melanjutkan ke Pelabuhan Sape. Sayang sekali, waktu mulai tidak sabaran, mengajak berkejaran. Perkenalan dengan Bima jadinya sangat ringkas. Susah payah saya menghimpun dalam memori, kelebat pemandangan pagi hari kota Bima dari jendela mobil yang melaju kencang menuju pelabuhan selama dua jam, membentuk gambar yang paling jelas: kotak-kotak tambak garam dan kereta kuda benhur. Lalu kenangan terakhir, sambutan gerimis di pelabuhan, membuat kami berlari-lari kecil menyalip porter yang gontai memikul karung-karung besar, masuk ke dalam ferry yang dijadwalkan berangkat pukul 8 pagi, ke Labuan Bajo.
Tinggal sekali “melompat” untuk sampai ke seberang, ke daratan yang sama dengan rumah. Di Selat Sape, transisi antara Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur berlangsung meriah dikelilingi kembang-kembang air laut berbuih putih serta iringan parade lumba-lumba yang gembira menyambut para perantau, kembali pulang.
Saya akan mengulang perjalanan ini dengan total overland via darat dari Jakarta-Malang-Bali-Lombok-Labuan Bajo-Maumere dengan destinasi utama di Labuhan Bajo (Pulau Komodo, Rinca, Padar dan Kenawa)! Saya tidak berniat solo lagi! 😀 Jadi, bagi siapapun yang butuh teman perjalanan dalam rute tersebut pada akhir Januari hingga awal Februari 2016, saya akan dengan senang hati berbagi perjalanan #sepekanpulang_II ^^
Terima kasih banyak untuk yang sudah mengikuti rangkaian cerita sepekanpulang ini!
Project from @f.flaurndhia
Wait for more to come, or simply goes here
Editorial : @sadidae